Sudah lama rasanya aku tak memiliki waktu sesenggang itu.
Sejenak melupakan hari lalu dengan membaca buku. Ya, novel yang sudah ada di
rak buku sejak maret tahun lalu itu belum pernah ku sentuh. Buku itu milik
kakak perempuanku. Ia satu tahun diatasku. Melihat tanda dihalaman 1 buku
tersebut, tertulis 28 Maret 2012. Tepat ketika umurnya menginjak 21 tahun.
Aku memiliki beberapa buku tere liye. Pernah suatu saat kami
pergi berdua ke Senayan. Ada pameran buku disana, Islamic Book Fair 2 tahun
lalu. Pada saat itu kami membeli 4 buku tere liye. Aku saja sampai lupa membeli
buku apa saja kala itu. Yang jelas kami memburu tanda tangan dan foto bersama dengan tere liye. Padahal
aku belum pernah membaca satupun karya tere liye, hanya sempat ditunjukkan ebook
hafalan solat delisa. Bahkan tere liye sorang laki-laki saja saya baru tahu.
Hanya pernah menonton hafalan solat delisa, tak cukup bagiku
untuk mengagumi tere liye. Ia pasti jauh menerawang tentang kehidupan dan
kemalangan delisa melalui buku lebih nyata. Rangkaian pikiran yang bersatu padu
membentuk film utuh dikepala pembacanya masing-masing itu indah. Sangat
Indah.
Sunset bersama Rosie bukanlah judul yang membuatku tertarik
untuk membacanya. Terlihat tua. Dan. Ya aku tak suka saja.
Kemarin, sejenak aku hentikan pikiranku yang terus berpacu
dengan kegiatan dikampusku. Aku sedikit lelah. Dan hanya ingin sejenak melupakannya.
Ah, rasanya tidak. Hanya. Sekedar. Ingin menghibur diri terlebih dahulu.
Sebenarnya, apakah itu perasaan? Keinginan? Rasa memiliki? Rasa sakit, gelisah, sesak, tidak bisa tidur, kerinduan, kebencian? Bukankah dengan berlalunya waktu semuanya seperti gelas kosong yang berdebu, begitu-begitu saja, tidak istimewa. Malah lucu serta gemas saat dikenang.
Sebenarnya, apakah pengorbanan memiliki harga dan batasan? Atau priceless, tidak terbeli dengan uang, karena hanya kita lakukan untuk sesuatu yang amat spesial di waktu yang juga spesial? Atau boleh jadi gratis, karena kita lakukan saja, dan selalu menyenangkan untuk dilakukan berkali-kali.Sebenarnya, siapakah yang selalu pantas kita sayangi?
Sebenarnya, apakah itu arti 'kesempatan'? Apakah itu makna 'keputusan'?
Bagaimana mungkin kita terkadang menyesal karena sebuah 'keputusan' atas sepucuk 'kesempatan'?
Sebenarnya, dalam hidup ini, ada banyak sekali pertanyaan tentang perasaan yang tidak pernah terjawab. Sayangnya, novel ini juga tidak bisa memberikan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan itu. Novel ini ditulis untuk menyediakan pengertian yang berbeda, melalui sebuah kisah di pantai yang elok. Semoga setelah membacanya, kita akan memiliki satu ruang kecil yang baru di hati, mari kita sebut dengan kamar 'pemahaman yang baru'. (Sinopsis di sampul belakang).
Paragraf pertamanya indah. Indah sekali. Ia berbicara tentang pagi yang disukainya. Dan pemeran utama adalah Rosie. Pemeran utama di mata Tegar Karang. Buku itu mengambil sudut pandang Tegar, seorang yang tampan dan pintar jika digambarkan dalam buku itu.
“Selamat pagi, Bagiku waktu selalu pagi. Diantara potongan dua puluh empat jam sehari, bagiku pagi adalah waktu paling indah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga nun jauh di kaki pegunungan. Pagi, berarti satu hari yang melelahkan telah terlampaui lagi. Pagi, berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi ; malam-malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan, dan helaan napas tertahan.”
Kalimatnya yang membentuk baris kalimat sempurna, yang
membuatku menjadi sutradara untuk kesenanganku pribadi. Hanya sekedar membuat
film dalam pikiran. Lalu bertanya tanyalah hati ini mengapa pagi begitu berarti bagi Tegar.
Aku membayangkan sosok Tegar yang sangat baik, tampan,
pintar, ikhlas, sabar dan tegap. Sangatlah sempurna. Tak kurang
sedikitpun. Melalui novel itu Tegar digambarkan sebagai seorang yang tak mampu
mengumpulkan keberanian untuk menyatakan cintanya pada Rosie. Ia terlarut dalam ‘persahabatan’
yang memberi arti dan pemahaman yang berbeda. Pemahaman yang berbeda antara
Rosie dan Tegar yang sudah sejak kecil berteman.
Aku kira, novel ini murahan. Ceritanyanya sangat sinetron.
Namun, kekuatan tulisan memang sulit ditandingi. Hatiku ikut terobrak-abrik. Hancur
berantakan. Ikut merasakan sakit hati. Kesedihan. Dan ya sedikit kebahagiaan. Dengan alur maju mundur dan beberapa dibuat bersambung dan diselingi dnegan kisah yang tidak ingin aku ketahui semakin membuatku penasaran.
Singkat cerita, Rosie menikah dengan Nathan. Tegar sakit
hati dan menghilang 5 tahun lamanya. Namun kerinduannya kepada Rosie membuatnya
ingin megetahui kabar Rosie lewat Oma. Dan mereka bertemu di apartemen Tegar
dan memperkenalkan buah cinta pernikahan Rosie-Nathan.
Aku kesal sekali. Berlebihan. Tapi terasa sekali sakit
hatinya Tegar. Dan Tegar kembali terjebak dalam cintanya kepada Rosie. Kemudain
rela meninggalkan karirnya yang menjanjikan di Jakarta untuk tinggal di Gili
Trawangan dan menjadi pengasuh anak-anak Rosie-Nathan selepas Nathan meninggal
dan Rosie depresi selama 2 tahun. Hingga harus ada yang tersakiti, Sekar.
Keputusan yang diambil Tegar sangatlah sulit karena ada Sekar. Sekar yang (aku
bayangkan) sangat cantik dan sabar. Sangat sangat sempurna untuk Tegar yang
juga minim kekurangan.
Baru kali ini aku membaca novel dan dipertengahan aku
melihat paragraf terakhirnya itu seperti apa. Karena saking aku tak ingin Sekar
sakit hati padahal ia telah membatalkan pertunangannya dengan pria lain demi
Tegar. Kecewa sekali aku sampai tak tahan ingin menuliskan pendapatku segera.
Akhirnya, Tegar memakai baju pengantin dengan Sekar
disisinya, mereka berdua amat serasi (menurut padanganku). Namun diakhir, Sekar
meminta Rosie menjadi pengantin wanitanya saja . Lalu gantung.
Harapanku Rosie dan Tegar menolak permintaan Sekar.
Kesal sekali aku dengan akhir yang seperti itu. Rosie yang
telah menyia-nyiakan perasaan Tegar. Dan Sekar yang mengejar Tegar. Anak-anak
Rosie-Nathan yang sangat mencintai Tegar. Dan semua menjadi sulit ketika Linda
dan Oma (seharusnya Oma jangan menceritakan itu sebelum Tegar resmi menikah
dengan Sekar, atau lebih senang lagi aku kalau Rosie dan 4 anaknya tidak datang
ke pernikahan Tegar-Sekar hehe)
Dan aku berharap tere liye membuat sekuel dari cerita itu.
Atau jika tidak aku biarkan ending cerita kubuat sendiri dalam otakku. Bahwa
Tegar dan Sekar menikah dan bahagia selamanya, memiliki anak dan tinggal di
Bali sesuai dengan rencana.
Nah sekian review singkat, untuk lebih jelasnya silakan baca
bukunya dan rasakan hatimu terobrak-abrik gara gara tulisan J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar